Monday, April 15, 2013

Pengertian, Manfaat, Tujuan dan Jenis-jenis Dharma Gita

Dharma Gita
Dharmagita  merupakan salah satu media kesenian yang sangat menunjang dalam pemahaman ajaran agama dan meningkatkan kesadaran rohani. Hendaknya pembinaan kehidupan keagamaan di Indonesia dilakukan dengan mengembangkan serta memanfaatkan kesenian di masing – masing daerah, agar masyarakat lebih semarak dalam memahami agamanya.

A.     Pengertian Dharma Gita
Dharmagita berasal dari bahasa Sansakerta dan terdiri dari dua kata yakni Dharma dan Gita. Dharma artinya kebenaran/kebaikan, kewajiban, hukum, aturan. Sedangkan Gita artinya nyanyian/lagu. Jadi, Dharma Gita berarti suatu nyanyian kebenaran yang biasa dilantunkan saat upacara keagamaan.  Dharma Gita juga diartikan sebagai  suatu seni keagamaan yang menggunakan media suara atau vocal dalam agama Hindu. Di dalamnya terdapat syair-syair yang sudah di ringkas sedemikia rupa dan penuh dengan ajaran keagamaan, kemudian dilantunkan dengan suara yang amat mempesona. Pelaksanaan Dharma Gita dilaksanakan pada upacara yadnya yang lagunya telah disesuaikan dengan masing-masing yadnya yang dipersembahkan.
Dharma Gita merupakan bagian dari Panca Gita yang dibunyikan pada saat pelaksanaan yajna. Panca Gita adalah lima jenis suara atau bunyi yang mengiringi atau menunjang pelaksanaan yajna. Panca gita terdiri dari:
1.      Getaran  Mantram
2.      Suara Genta
3.      Suara Kidung
4.      Suara Gamelan
5.      Suara Kentongan (Kulkul).
Kelima suara panca gita  memberikan vibrasi keheninga, kesucian spiritual serta  menumbuhkan imajinasi, kreativitas serta sebagai maha karya adhiluhung

B.     Manfaat dan Tujuan Dharma Gita
Melalui Dharma Gita seseorang dapat :
1.      Menghayati ajaran agama secara mendalam sehingga perasaan, pikiran, dan budhinya menjadi halus.
2.      Lagu-lagu keagamaan yang dinyayikan dalam Dharma Gita dapat menggetarkan alam rasa dan meningkatkan Sradha Bakti kepada Sang Hyang Widhi Wasa serta prabhava-Nya
Sehubungan dengan pelaksanaan Dharmagita dalam upacara agama Hindu, renungkanlah mantra berikut:
“Gayo sa sasravartani“ (Sama Weda 8.29).
Artinya;
Kami menyanyikan mantra-mantra Samaweda dalam ribuan cara.

“Ubhe vacau vaditi samaga iva, gayatram ca traistubham canu rajati”
 (Regweda II.43.1).
Artinya;
Burung menyanyi dalam nada-nada seperti seorang pelafal Sama Weda, yang mengindungkan mantra dalam irama Gayatri dan Tristubh.

3.      Mengendalikan diri dari pengaruh Adharma.
4.      Melestarikan Budaya
5.      Sebagai penunjang pelaksanaan yadnya.
6.      Sebagai alat komunikasi, yaitu Komunikasi spiritual. Bagi seorang Bhakta untuk lebih mendekatkan dirinya kepada Brahman dapat dilakukan dengan menggunakan “Kirtana” yaitu melagukan/menyanyikan lagu – lagu Ketuhanan secara terus menerus.

C.     Jenis – Jenis Dharma Gita
  1. Sekar Rare
Sekar Rare (anak – anak) adalah jenis Dharma Gita yang merupakan kumpulan lagu/nyanyian untuk anak – anak .
Contoh :
Putri Cening Ayu


Cening putri ayu
Ngijeng cening jumah
Meme luas malu
Ke peken meblanja
Apang ada darang nasi

Meme tiang ngiring
Ngijeng tiang jumah
Sambilang mepunpun
Ajak titiang dadua
Di tekane nyen gapgapin

  1. Sekar Alit
Sekar Alit adalah nyanyian yang berupa Pupuh. Karena itu sekar alit disebut juga Pupuh. Pupuh merupakan bentuk puisi tradisional yang memiliki jumlah suku kata dan irama tertentu di setiap barisnya. Terdapat 17 jenis pupuh, masing-masing memiliki sifat tersendiri dan digunakan untuk tema cerita yang berbedaContohnya seperti pupuh Ginada, Ginanti, Sinom, Pucung, Semarandana, Dandang Gula, dan lain sebagainya. Pupuh diikat oleh aturanPada dan Lingsa
a.       Pada artinya banyaknya suku kata dalam suatu kalimat.
b.      Lingsa artinya perubahan suara pada kalimat terakhir.
-        Rumus Pupuh Sinom   : 8a, 8i,  8a, 8i, 8i, 8u, 8a, 8i, 4u, 8a.
-        Rumus Pupuh Ginada  : 8a, 8i,  8a, 8u, 8a, 4i, 8a.
-        Rumus Pupuh Ginanti  : 8u, 8i, 8a, 8i, 4u, 8a, 8i.
-        Rumus Pupuh Adri      : 10u, 6e, 8i,  8u, 8u,8a, 8u,8a, 8a.


Contoh Pupuh :

1.      Pupuh Sinom
Pikukuh dasar agama, Panca Srada ne Kapuji, sane lalima punika, Brahman sane kapeng singgih, Atman sane kaping kalih, karma kaping telu munguh, samsarane kaping empat, moksa kaping lima raris, buat sasunduk, Bapa jani maritatas.

2.      Pupuh Ginada
            Panca satyane ng ucacpang, utama patut lakoning, anggen suluh pakedepan, sajroning desa kacumpu, jani bacak soang-soang, apang pasti, mahalang jua mirengang.

3.      Pupuh Adri
            Maka bekel Sanghyang Atama tuhu, sarin pagawenw murub ento anggon di lemah, makejeng to tanpa unduk, disuban cening malinggal, kasunggihan tanpa guna.

4.      Pupuh Ginanti
            Sangyang Atamano kawuwus, wenten ring sajroning murjo, ida dahat mautama, tan kahanan bayu pati, dening peragayan suksma, kadi suksman Sangyang Widhi.

  1. Sekar Madya
Sekar Madya merupakan nyanyian dalam bentuk kidung. Rumusan Sekar Madya juga menggunakan pada lingsa, namun syarat menyayikannya harus perlahan-lahan. Berikut ini adalah beberapa contoh uraian Sekar Madya :
a.                   Kawitan Warga Sari
Rumusnya : 8u, 5i, 8a, 5i, 8u, 7e.
b.                  Kawitan Kidung Tantri
Rumusnya : 7i, 7u, 8i, 8u, 8i, 8o.
c.                   Warga Sari
Rumusnya : 8u, 8e, 8u, 8i, 8a, 7u, 6i.

Contoh Kidung :

1.      Kawitan Wargasari
Purwa kaning angripta rum, ning wana ukir, kahadang labuh, kartika panedenging sari, angayon tangguli ketur, angring-ring jangga mure.

2.      Kawitan Kidung Tantri
Wuwusane Sri Bhupati, ring pataaaali Na Gantun, subaga wirya sisiwi, kajrihing sang para ratu, satwa ning jambu warsadi, prasama tur kembang taon.

3.      Kawitan Warga Sari
Ida ratu sakeng luhur, kawulane, nunas lugrane, mangda sampun titian tandruh, menghayati Bhataramangkin, ngaturang pejati, canang suci lan daksina, sampun puput, pratingkahi saji. Asap menyan majagahu, cendana nuhur Dewana, mangda ida gelis turun, mijil saking luhuring langit sampun madabdabang sami, maringgiri menu reko, ancangan sadulur, sami paada ngiring.

Turun Tirta
Turun tirtha saking luhur, ne nyirateng pamangkune, mangelencok muncrat mumbul, mapan tirtha merta jati, paican Bharata sami, panglukatan dasa mala, sami pada lebur, malane ring bumi.

  1. Sekar Agung
Sekar agung disebut juga kakawin. Kakawin adalah sebuah bentuk syair dalam bahasa Jawa Kuna dengan metrum yang berasal dari IndiaDalam kakawin dikenal wirama. Tiap-tiap wirama dibentuk berdasarkan Wrtta Manta, Wrtta artinya banyak suku kata dalam setiap kalimat. Empat kalimat menjadi satu wirama. Ada juga tiga kalimat menjadi satu wirama, hal ini disebut dengan Rahi Tiga ( Utgata, Wisama ). Sedangkan Matra artinya kedudukan guru laghu dalam setiap kalimat. Kedudukan guru laghu berbeda-beda dalam satu kalimat, walaupun jumlah suku katanya sama menyebabkan berbeda pada nama wiramanya.
Guru Laghu
Guru artinya suara panjang, berat, besar, bebas, indah, bergelombang, di sebut juga suara engkel. Dalam huruf, suara guru diberi kode garis melintang (-). Huruf yang mendapat tanda guru dalam kekawin ialah semua huruf yang telah memakai sandangan. Sandangan yang dimaksud seperti: matedong, mabisah, maulusari, masurang, masuku ilut, macecek, mataleng dan  “a” panjang. Guru juga terdapat dalam vokal yang diapit oleh 2 konsonan.
Laghu artinya suara ringan, pendek, lemah, rendah, jadi bila membaca huruf yang mendapat tanda “laghu” dibaca biasa saja. Tanda lagu digambarkan dengan garis lengkung (Ǧ). Yang mendapatkan suara laghu ialah semua suara tanpa sandangan. Kalau dihitung dari ketukan mendapatkan satu ketuk.

Contoh Wirama yang termasuk Sekar Agung, seperti :
1.      Wirama Mrdhu Komala
Wyapi-wyapaka sarining parama tatwadurlabhaa kita icantang hanatan hana, gunalalit lawan ala layu, Utpatti sthiti linaning dadi kita ta karanika sang sangkan, Parananing Sarat niskalamat kita.


2.      Wirama Girisa
Lalaulara nira Nasa sambat putranira pejah, Lakibi sire samungken ring putra luru lingsa, Ginamelira ginanti kang layuan lagi ginugah, Inu tusira masabda kapwajara bibi haji.

  1. Sloka
Sloka terdiri dari empat baris dalam satu padartha, dengan jumlah suku kata yang sama dalam setiap barisnya.
                        “ihaiva tair jitah sargo
                        yesam samye sthitam manah
                        nirdosam hi samam brahma
                        tasmad brahmani te sthitah”.
Bhagavad Gita 5.19
Artinya :
Orang yang pikirannya telah mantap dalam persamaan dan kemerataan sikap, telah mengalahkan keadaan kelahiran dan kematian. Bagaikan Brahman mereka bebas dari kelemahan, dan karena itu mereka sudah mantap dalam Brahman


  1. Palawakya
Menggunakan bahasa Jawa Kuno dan berbentuk prosa. Dalam membaca dan melagukan sangat tergantung pada intonasi serta ketepatan pengejaan dan pemenggalan kata-kata.
            “Apan ikang dadi wwang, uttama juga ya, nimitaning mangkana, wenang ya tumulung awaknya sangkeng sangsara, makasadhanang cubha karma, hinganing kottamaning dadi wwang ika”
Sarasamuccaya 4


No comments:

Post a Comment